Pages

Monday, June 28, 2010

Catatan perjalanan Gunung Argopuro

Catatan Perjalanan “Argopuro”

Puncak Gunung Argopuro (3088 mdpl), Jawa Timur kabarnya sempat menjadi tempat tinggal Dewi Rengganis, selir Raja pada masa Kerajaan Majapahit. Konon pada masa Kerajaan itu tengah berjaya, dibangunlah istana yang megah di pelataran Puncak Gunung Argopuro, lengkap dengan segala atributnya, seperti balatentara, dayang-dayang, hewan ternak, dan taman yang indah. Ini semata dibangun agar Dewi Rengganis kerasan menempatinya.

Gunung Argopuro terkenal sangat angker, gunung ini menyimpan misteri legenda Dewi Rengganis yang hilang bersama enam dayangnya. Konon, Sang Dewi bakal marah besar kalau merasa terusik ketenangannya. Pendaki yang suka usil dan mengusik, kalau tidak kesurupan bisa jadi akan kesasar tidak karuan.

Konon terdapat sebuah taman yang sangat gaib yakni Taman Rengganis, tidak semua pendaki dapat melihat taman ini. Beberapa pendaki yang pernah melihat taman ini merasa memasuki sebuah taman yang sangat inidah penuh dengan tanaman bunga dan buah. Pendaki yang mengambil atau memetik tanaman tidak akan dapat keluar taman ini, ia hanya akan berputar-putar di tempat tersebut. Untuk itu hindari merusak tanaman ataupun memindahkan sesuatu.

Argopuro berasal dari kata argo dan puro. Dalam bahasa Madura berarti tempat atau istana yang paling tinggi.

Awal abad ke-20, kawasan Argopuro terlihat begitu cantik. Rusa berbiak dengan cepat. Ratusan macan dahan bebas berkeliaran. Mengintip dan menerkam rusa yang lengah. Kucing hutan, babi, dan ajak tak mau kalah berburu satwa pemakan rumput itu. Pertumbuhan kijang, merak, dan ayam hutan tak kalah banyaknya, Junghuhn, warga Eropa pertama di Argopuro, menaksir jumlah rusa itu. Pada tahun 1844, ia melihat lebih dari 50.000 ekor. Kawanan rusa itu hidup berkelompok. Tiap kelompoknya mencapai ribuan ekor.

Tak cuma kaya satwa. Setiap sisi sungai di kawasan ini ditumbuhi Primulapolifera yang cantik di antara rerumputan bunga-bunga nan cantik tumbuh subur. Jajaran cemara (Casuarina junghuhniana) tegak berdiri. Sedikit lebih ke atas, edelweis (Anaphalis viscida) mudah sekali didapati menghiasi padang rumput Argopuro. Ditambah kabut tipis menyelemuti vegetasi. Berkat daftar kekayaan kehidupan liar dan padang bunga yang beragam, kawasan ini dijuluki Taman Firdaus Pulau Jawa. Cerita itu bukan khayalan. JA Wormser, pendaki asal Kerajaan Belanda, telah membuktikannya. Dalam catatan hariannya, Wormser tak henti-hentinya memuji keindahan Argopuro. Bersama S Neumann, Wormser menggapai puncak Argopuro pada tahun 1927. Mereka mencapainya setelah menempuh dua hari perjalanan yang dibantu oleh delapan porter.

Meski tak seperti dulu, bayangan kemegahan masa lampau masih menjadi magnet. Argopuro tetap menarik untuk dijelajahi. Masih menyimpan berbagai cerita penjelajahan dan petualangan yang memikat.

Secara geografis, Gunung Argopuro termasuk Cagar Alam Dataran Tinggi Iyang seluas 15.000 ha, terletak di sebelah utara Jember dan barat daya Bondowoso, Jawa Timur. Dari segi administratif, terbagi dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Probolinggo, Jember, dan Situbondo. Selain menyajikan berbagai kisah, medan pendakian Argopuro teramat unik. Menantang setiap penjelajah untuk mendakinya. Betapa tidak, tanjakan dan turunan silih berganti menyambut. Sebelum puncak digapai, medan bergelombang itu seperti tiada habisnya.

Ada dua jalur umum yang digunakan para pendaki untuk mencapai puncak. Pertama, melalui Desa Baderan, Kabupaten Situbondo, dan kedua, dari Ayer Dingin, Desa Bremi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo. Kedua jalur tersebut memiliki karakteristik masing-masing.

10 Februari 2010 kemarin saya bersama kedua rekan saya Dimas dan Lina mengunjungi gunung yang katanya penuh misteri namun exotic itu. Sebelum berangkat kami benar-benar melakukan persiapan yang mantap. Dari latihan fisik, mencari info menuju kesana, persiapan perlengkapan, persiapan logistik yang cukup dan dilebihkan sedikit untuk jaga-jaga menjelajah Gunung Argopuro, karena kami bertiga belum ada yang pernah mendaki Gunung Argopuro. Tidak sia-sia kami ikut Gopala Valentara karena kami mendapatkan ilmu tentang manajemen penjalanan.

Kami memutuskan untuk naik lewat jalur Baderan dan turun lewat Bremi, kenapa? Ya soalnya dari beberapa info yang kami dapat naik lewat jalur baderan lebih enak walaupun lebih lama dibanding jalur Bremi yang cepat namun extreeme. Dan yang paling kami senangi adalah pemandangan jalur Baderan yang katanya sangat apik.

Inilah sedikit catatan perjalanan kami dalam menjelajah Gunung Argopuro.

10 Februari 2010

Hari Pertama

09.00 dengan diantar teman-teman kami tercinta :D kami gendong tas carier yang full menuju ke stasiun Jebres Solo. Kami naik kereta Logawa Jurusan Surabaya (tenang nanti di stasiun Probolinggo kita turun koq), sebenernya mau naik kereta Sri Tanjung yang berangkat jam 8.45 tapi berhubung kita masih nunggu toko yang ngisi gas buka jadi ga’ bisa berangkat naik kereta itu.

11.00 kereta Logawanya datang, untung aja kita dapet tempat duduk. Tapi namanya juga kereta ekonomi, walopun udah dapet tempat duduk sendiri hawanya masih tetep panas, paling males tuh naik kereta ekonomi jauh pas siang-siang gini, kayak dipanggang.

19.30 sampailah kami di stasiun Probolinggo, (huh akhirnya) berakhirlah kebosanan kami berada di kereta selama + 9 jam. Bisa bayangin to ngapain aja kita di kereta? Makan, tidur, ganti posisi duduk, tidur lagi, bangun, makan lagi, yaudah cuma gitu-gitu aja.

19.45 saatnya bingung :p kita bingung nih mau ngapain n kemana dulu. Untung ada mesjid Agung cuz sebelahnya tu ada alun-alun (hehehe). Kita mampir ke mesjid dulu buat bersih-bersih n solat. Rencana mau mandi tapi airnya baunya ga enak, jadi gagallah aku n mbak Lina buat mandi. Huh. Selanjutnya kita bingung ni di kota baru ga tau musti kemana karena emang info yang kami dapet tu kebanyakan lewat internet n ga da 1 pun orang yang kita kenal di kota ini, Ya Allah tolonglah kami. Awalnya malam ini kita berencana langsung ke Baderan. Abis Tanya-tanya tukang becak, ojek dll kita nunggu angkot di jalan sebelah stasiun, tidak beberapa lama ada seorang bapak nyamperin kita, Tanya mau kemana gitu, ya kita jawab, eh malah kita dinasehati jangan ke Baderan malem-malem gini, bahaya katane dan buat malam ini disuruh nginep di rumahnya aja (terimakasih ya Allah). Berhubung kita emang belum tau tu daerah kita manut aja.

11 Februari 2010

Hari Kedua

04.00 rencananya jam 4 bangun trus solat trus langsung berangkat ke terminal Besuki. Tapi berhubung masih pada ngantuk alhasil jam 5 kita baru nyetop angkot buat nganterin kita ke Pejarakan.(harga angkot @orang Rp 4.000,-)

05.45 sampai di Pejarakan kita turun terus nunggu bis …………. Buat nganter kita ke Besuki.

06.00 teng, pas banget, jam 6 tepat tu bus sampe dan kita langsung naik, wah, ternyata lumayan lama, 2,5 jam berada di bus cukup membuat kita tidur kembali, padahal tu bus sarat penumpang, eh kita asik-asikan tidur. Sepanjang perjalanan yang paling betah melek merem cuma aku, soalnya aku gak mau nlewatin momen yang sulit buat terulang (kembali ke sana? Ga tau dah kapan lagi). O ya, nglewatin laut juga lo, nama pantainya lupa, disana itu dijadiin proyek pasir besi kayaknya. (harga bus @orang Rp 9.000,-)

08.30 sampe juga di terminal Besuki, dianter becak yang harganya @4000 per becak, kita butuh 2 becak, soalnya kita bawa carier 3 juga. Ga da 10 menit uda sampe di tempat angkutan yang ke baderan.

09.00 berangkat dengan angkutan ke Baderan. Numpang makan dulu sambil nunggu angkutan penuh, karena angkutan disini jam-jaman, lama nunggunya.

Sejam perjalanan, cukup terkesima, soalnya kita ngeliat laut dari atas, wah, ternyata ada laut juga…

10.00 angkot sampe di pertigaan yang jalur naik adalah jalur pendakian. sesuai dengan perkiraan kita start buat naik jam 10.00, ditemenin 3 orang yang dari Jakarta, kita bareng2 naik… sepanjang perjalanan pemandangan yang terlihat cuma ladang, wah petani-petani dikaki gunung argopuro hebat-hebat. Ya abisnya yang kita lewatin setengah harian ini tu ladang semua.

Sebenernya kita mau ijin buat naek, tapi setelah kita cari orang yang jaga pos perijinan ga ada, udah Tanya ma warga juga. Yaudah, warga cukup tau ja ada yang mau naik, dan kita tidak perlu simaksi yang sesuai prosedur. Jadi kita musti mengerti betul teknik dan medan yang akan dilalui karena tanggung jawab keselamatan apabila terjadi musibah di gunung ini adalah menjadi milik kita para pendaki sendiri.

Udah dapet sekitar 30 menit perjalanan, kita dikasih tau ma warga yang papasan kalo jalannya salah. (hah, nasib). Jalan yang bener adalah warung yang kita lewatin kanan jalan tadi belok kanan, bukan ikutin jalan aspal kayak kita, bisa make jalan itu tapi cuma orang yang udah ngerti daerah sana.

Ada sekitar 3 pos atau bangunan yang dibangun untuk tempat istirahat para pendaki sebelum keluar dari ladang, jaraknya pas banget buat jarak istirahat juga. Sebenernya agak sebel sih, ya abisnya jalur yang kita lewatin seharian tu masih jalur petani L sampai pos 3 aku ngeliat ke atas pun masih ladang dan ada juga rumah-rumah kayu tempat tinggal petani-petani asli situ, wah, bayangin aja kalo kita mau beli kebutuhan musti jalan berpuluh-puluh kilometer dari rumah. Disana bahasa yang digunakan bahasa Madura, katanya juga ada rumah 1 rumah yang ditempati sama 1 keluarga asli Madura, tapi kita nyari ga ketemu.

14.00 wow, gerimis menghadang, tapi kita tetep terus berjalan, ga deres-deres amat.

16.00 wah, ternyata masih ladang penduduk, (gila, ni ladang luas bener) mungkin bisa dibilang kecepatan tempuh kita tu pelan banget soalnya kelebihan muatan. Gimana ga? Wong tiga orang, masing-masing bawa lemari, kulkas n rumah.. hehehe.. tiap carier isinya kita satuin, punyaku rumah alias tenda alias dome plus isinya :p, punya mbak Lina bahan makanan lengkap, punya mas Dimas baju-baju kita bertiga.

Karena takut ga dapet tempat camp dan ujan juga udah lumayan deres, kita putusin buat ngecamp di daerah lapang yang bisa buat camp, um tempat ini tu pas banget ladang udah habis.

17.00 dome berdiri, masak, makan, terus bobo, nikmatnya dunia.. owh iya, kakiku lecet-lecet gara-gara sepatu yang aku pake kesempitan trus kaku banget juga, tapi Alhamdulillah masih bisa buat jalan. Awalnya sakit banget tapi mungkin itu adaptasi sepatu kali ya, hehehe.

12 Februari 2010

Hari ketiga

06.00 abis bangun aku n mbak Lina langsung masak (lumayan tu mbak Lina bisa berkurang isi cariernya), maem, packing trus berangkat dah.

10.00 jam segini kita baru berangkat naik lagi (dasar pemalas).

12.50 kita yang lamban atau info yang salah ya? Masa jam segini kita baru sampai Mata Air 1, katanya malah dari basecamp ke Mata Air 1 cuma 3 jam, ga apalah, dalam perjalanan setengah hari ini :p kita disuguhi ilalang-ilalang yang membuat kita bosen, terus kita juga ngelewatin pinggir hutan yang bekas penebangan, sumpah gila parah banget, selain ditebang juga ada bekas-bekas pembakaran gitu. Pokoknya parah deh, padahal diatas sana juga kebakaran tapi emang akibat kemarau, kalau yang ini ga, tu sengaja di bakar.

Istirahat, aku sama mas Dimas turun buat ngambil air, soale cuma ada 2 sumber mata air sebelum sampe di Cikasur. Tapi mumpung lah, kita penuhin tu botol air (waduh, cariernya nambah lagi niy). Maem snack, roti tawar (sebaiknya makan siang tu ga usah makan yang berat-berat, cukup buat menambah tenaga aja).

Di Mata Air 1 ada tempat buat camp yang terlindung dari terpaan angin, mungkin bisa didirikan 2 dome kapasitas 5 orang.

13.45 berangkat lagi. Pemandangan yang disuguhkan kali ini berbeda dari kemarin dan tadi, hutan basah euy, tanjakan, pualing males ni ya, ujan. Walopun uda make sepatu waterproof tapi masih tembus, huh. Untung tanjakannya ga kaya naek Mahameru,hehehe. Beberapa saat istirahat, kita tu nyari Mata Air 2 soalnya hari juga udah sore.

Papasan sama rombongan pencari kayu berkali-kali tapi kita belum nemuin juga yang namanya Mata Air 2, sebelumnya kita uda tanya-tanya sama rombongan pencari kayu masih jauhkah Mata Air 2 dan mereka selalu jawab “udah deket koq 1 jam lagi” tuing, 1 jam tuh jauh bapak. Abis itu kita males tanya lagi. Udah hampir 3 jam kita jalan kita jalan tapi belum nemuin Mata Air 2, karena udah hampir malem dan hujan dan lagi jalan yang kita lewati ga ada yang bisa buat ngecamp, kanan kiri jurang, kita putusin buat mepet-mepet cari tempat buat camp. Kita putusin ga melakukan perjalanan malem soalnya emang kita ga da yang tau jalan dan mengantisipasi segala resiko.

17..15 dapet tempat camp yang lumayan luas walopun masih makan badan jalan, tapi kita pikir ga akan ada orang yang lewat deh malem-malem gini.

Membangun tenda dome dalam keadaan hujan harus punya teknik, kalo ga wah bisa-bisa dome yang belum dilapisi cover kena air dan kita ga akan nyaman didalem..

Hobi yang paling asik di gunung kita lakuin, masak….. target buat sampe Cikasur hari ini gagal, tapi gapapa, naik gunung tu bukan sebuah target buat kita bertiga apalagi di Gunung Argopuro yang pemandangannya amazing.

Seharian kemarin kita jalan bersandingkan lading-ladang, seharian tadi kita nglewati semak belukar dan masuk ke hutan basah tempat camp.

Suatu pertanyaan buat kita bertiga, kenapa kita belum nglewatin Mata Air 2, ngeluh ga, tapi kita bener-bener ga ngeliat tulisan Mata Air 2. dan kita bersiap buat ngadepin perjalanan yang cukup panjang besok, karena kita berkeyakinan belum ngelewati Mata Air 2.

Owh ya, sepanjang perjalanan setelah Mata Air 1 kita nemuin papan yang bertuliskan HM, dan di mata air 1 bertuliskan HM 48, aku pikir itu nunjukin lokasi kita berada. Dan sekarang ini aku camp di sekitar HM 80. tiap bebrapa meter kayaknya tu papan nambah 1 HM.

13 Februari 2010

Hari keempat

06.00 bangun. Langsung deh para tetuaku mengucap 1 hal yang sama. Mbak Lina says, “tadi malem nyeremin ya suasanane”. Mas Dimas says,” tadi malem kaya ada orang jalan bolak-balik di depan dome kita ya?”. Langsung merinding ni begitu pada cerita gitu. Tapi untung aja aku ga denger dan ngrasain apa yang kakak-kakakku rasain. Ya percaya aja sih soalnya kan yang ngalamin kakak-kakak yang bobo disampingku. Suasana mistis di Argopuro emang udah terkenal juga.

Berhubung baju, sepatu, dan carier kita masih basah kita jemur dulu beberapa saat sambil nunggu makanan yang kita masak mateng. Dasar kita emang naik gunung nyante, jam 10.00 kita baru berangkat jalan lagi.

10.00 berangkat jalan lagi. Bersiap untuk ngadepin perjalanan yang panjang. HM demi HM kita lewatin. Wah ternyata hutan basah yang kita masuki, gerimis tapi lembut, mistis tentunya. Sedikit menanjak dan disisi kanan bawah aku ngeliat padang rumput yang luas, kita pikir tu yang namane Cikasur. Nunggu mas Dimas yang lagi pup, aku ma mbak Lina dikerubutin binatang yang biasa kita sebut merutu, binatangnya kayak nyamuk, tapi lebih kecil, pokoknya tu Merutu bikin aku bentol-bentol. Jalan lagi.

12.00 kita sampe di Alun-Alun Kecil, ternyata padang rumput tadi bukan Cikasur, melainkan Alun-Alun Kecil, seperti menemukan oase di gurun. Bukan karena kita kekeringan tapi karena pemandangan yang dari kemarin semak belukar dan hutan basah, kita sekarang nemuin padang rumput yang luas banget, indah kaya taman, wow dah. Sesi foto dimulai, ceprat cepret.


13.00 Sekitar 1 jam kita istirahat dan foto, jalan lagi dan ga tau kejutan apa lagi yang sudah tersaji. Melewati hutan pinus, naik turun.

14.00 Sampai di Alun-Alun Besar. Gila luas banget ni padang rumput. Awalnya kabut turun, sedikit kecewa, tapi perlahan menunggu sambil istirahat dan makan siang kabut naik dan cerah, makasih Ya Allah telah memberi kesempatan kami untuk menikmati ciptaanMu.

Kalau aku berkhayal,akankah besok padang ini akan menjadi padang golf? Ato Mall yang bergengsi? Kalo boleh aku minta, jangan ya, ini Argopuroku, jangan sakiti dia.

Merak. Mas Dimas yang hunting foto di tempat agak jauh ngeliat merak, tapi sayang dia ga bisa ngabadikan, karena tu merak langsung terbang ke semak-emak. Suara merak bikin kita pengen ngeliat, penasaran banget L, betah juga disini, tapi kita memburu waktu buat sampe di Cikasur. Kita udah ngeyakinin kalo Mata Air 2 udah terlewat, sekarang perbekalan air kita menipis, kalau emang musti perjalanan malem kita paksain buat nyampe ke mata air.

Sabana demi sabana kita lewati, hutan pinus, ada padang edelweiss juga, tapi sayang saat kita ngelewatin tu padang ujan ga kunjung reda.

17.00 menyibak pohon pinus, aku yang jalan paling depan berseru “ bangunan!!”. Akhirnya aku nemuin bangunan tua, dan aku yakin inilah Cikasur, Alhamdulillah udah sampe. Walaupun masih jalan sekitar 10 menit menuju pondok aku bersemangat sekali. Inilah sungai yang ditumbuhi selada air. Aku mulai jatuh cinta padamu Argopuro. Bener-bener penuh misteri. Dan akhirnya kami tidak menemukan Mata Air 2.

18.00 Kami seperti pesta, ya, selada air yang kita cari banyak sekali dan kita masak enak disini. Setelah kita makan ada 1 rombongan datang, ga disangka mereka penduduk asli desa Baderan yang hanya membawa perbekalan secukupnya. Kami bertegur sapa dan sedikit ngobrol.

20.30 Kami lanjutkan untuk tidur, karena esok kami ingin menikmati pagi di padang ini,

14 Februari 2010

Hari kelima

05.30 udara pagi dan suara ayam hutan berkokok (kata bapaknya, tapi ga yakin,hehe, soalnya suaranya beda ma yang di kota) membangunkan kami bertiga. Udara pagi, tanpa hujan, sangat sejuk. Misi dimulai, aku sama mbak Lina berencana membuat bubur kacang ijo disini.

07.00 sarapan bubur kacang ijo di Cikasur. Ada yang uda pernah? Nikmat lo….

08.30 berhubung air melimpah ruah, kami berencana untuk mandi dan mencuci semua perlengkapan masak.

11.00 terlalu santai mungkin kami di Cikasur, jam segini kita baru beranjak untuk melanjutkan perjalanan, mungkin karena terlalu asik mainan air kali ya.. selamat tinggal Cikasur, dan sampai jumpa J

14.30 sampai di Cisentor.

Perjalanan menuju Cisentor sangat mengagumkan. Awal keluar areal Cikasur medannya hutan pinus dan masih padang rumput hingga 2 jam perjalanan, kita nemuin daun yang biasa disebut jancukan ma para pendaki (ati-ati ya kalo udah lewat semak-semak, karena ni daun rimbun banget tumbuh diantara semaka-semak, kalau kena durinya efek perih dan panas sekitar 24 jam). Setelah 2 jam kita ngelewatin hutan bekas kebakaran dan jalurnya pun lumayan bahaya, mas Dimas ja mpe kepleset ngelewatin jembatan kayu yang basah karena kena ujan. Medan yang sedikit berat ini hanya berlangsung selama 1,5 jam. Dan akirnya kami sampai di Cisentor. Sebelum sampai pondok, kita nyebrangin sungai kecil. Sebenernya kita mau langsung ke atas aliasnya ke Rawa Embik atau puncak lah buat ngecamp tapi ada rombongan yang abis dari puncak datang dan memberi tahu kalau jalur menuju atas agak sulit jika kami memakai carier apalagi dalam keadaan hujan seperti ini. Sehingga kami putusin buat camp di Cisentor.

16.00 ujan tambah deres dan dingin menyelimuti, kita segera bangun dome agar bisa sedikit hangat karena dari tadi kita masak di dan istirahat di pondok yang sebagian lahannya di bangun dome oleh pendaki. Kita banyak belajar di Argopuro, salah satunya membangun dome pada saat hujan.

18.00 setelah mindahin barang-barang ke dome, sesi curhat dimulai :p dan dilanjutkan dengan tidur, karena kita berencana pagi-pagi sekali naik puncak.

15 Februari 2010

Hari keenam

04.30 satu per satu mulai bangun, masak mie, kemudian makan beberapa cemilan, dan kenyang, dan kebelet pup. Dasar manusia karet, selain bakal nambah karet jam kebrangkatan, perutnya pun pada karet.

06.00 akirnya setelah mengeluarkan isi perut, kami pun berangkat menuju puncak. Sedikit sangat terlambat dari hari yang kami rencanakan, untung kami sudah memanage logistik yang kami bawa J

08.40 kami akhirnya sampai di Puncak Rengganis.

Begitu takjub melalui jalur menuju Puncak Rengganis, terlalu indah. Kami melewati semak belukar, padang rumput, hutan pinus, dan hutan edelweiss. Dan mas Dimas sempet melihat babi hutan sebelum menginjakan kaki di Rawa Embik yang melintas di depannya, aku juga menyaksikan merak yang terbang lalu berjalan di pinggir jalur. Argh, indah dan misterinya Argopuro. Hutan edelweiss yang seperti gerbang istana menuju singgasana Dewi Rengganis. Indah, lembut, menakjubkan. Sampai di puncak pun kami tidak berhenti terheran-heran, “inilah gunungnya Dewi”.

Beberapa saat mencapai puncak kami merapatkan diri membentuk lingkaran dengan tangan saling mengait, Hymne Gova pun teralun lembut dan penuh semangat di puncak Rengganis, hanya kami bertiga dan lambang Gova disini, tetes airmata tak terasa jatuh di pipi kami, kami bangga disini untukmu Gova.

Hello Gank!!!

10.30 sedikit berat meninggalkan keindahan puncak Rengganis. Sebenernya kami juga mau ke Puncak Argopuro, tapi waktu juga yang membatasi kami, karena tanggal 19 Februari 2010 ada Sidang Pleno GOVA. Tak apalah, suatu saat aku akan kembali menuju puncak-puncakMu. Sebenernya kami salah perhitungan waktu naik, karena kami juga tidak menyangka bakal banyak sekali pemandangan indah yang tersaji J

13.10 sampai kembali di Cisentor, dan benyak pendaki-pendaki yang berdatangan,wah-wah untung kita ngepasin banget, kalau ga bisa-bisa ga menikmati puncak hanya bertiga saja :p

Sampai di Cisentor kita langsung packing dan langsung turun menuju Taman Hidup rencananya, tapi setelah bercengkrama dengan mas yang dari Satu Bumi kita putusin nyari tempat camp yang ada sumber mata airnya buat ngecamp yaitu Aeng Kenek.

16.00 berangkat menuju Aeng Kenek. Dan hujan menemani perjalanan kami.

17.15 sampai di Aeng Kenek, dan masih hujan.

Mendirikan dome, ganti baju, masak, makan dan bobo. Ah, nikmatnya. Setelah satu jam perjalanan diiringi hujan dan medan yang rapat, dan berbaring sangatlah cocok..

16 Februari 2010

Hari ketujuh

08.30 menuju Danau Taman Hidup. Ga terasa udah 6 hari kita di gunung, padahal kami merencanakan 4 hari pendakian. Untung saja management logistik kami sudah matang, dan sempet memberikan mie dan beras kepada pendaki yang kehabisan makanan di Cisentor, padahal masih turun ke desa Bremi dan perjalanannya pun sekitar 13 jam.

17.28 Alhamdulillah kami sampai di Danau Taman Hidup. Dan tentu saja kalian yang membaca ini bakal terheran-heran, lama sekali? Yup, bener, lama banget, karena kita sempet nyasar, eh bukan, muter, ngerti sama kata itu? Kita sempet sedikit salah jalan walaupun jalurnya sama.

Selama perjalanan kita naik turun bukit, dari yang curam sampai yang landai, tapi kebanyakan curam, makanya bagi temen-temen yang lewat jalur Bremi musti ati-ati banget.

Ada pohon sinyal di jalur menuju Taman Hidup, kalau kita tempelin hp di pohon itu sinyal nya bakalan muncul dan emang kita buktiin loh. Abis pohon sinyal ada percabangan, dan kalian kalau mau cepet ambil jalur yang kanan walupun curam tapi tidak menyesatkan :p. karena awalnya kita ambil jalur yang kiri, perjalanannya naik turun bukit terus, dan tanpa kita sadari kita balik ke pohon sinyal lagi (merinding pas ngliat dan sadar koq balik di pohon sinyal lagi, waktu nulis ini pun juga merinding). Aku dan mbak Lina sedikit langsung deg-degan, secara kita baru kali ini ngalamin kejadian aneh dan seperti ini disini, tapi buat mas Dimas yang udah berpengalaman naik gunung dan ikut xpdc Borneo Kalimantan ini hal biasa dan dia langsung menenangkan kami, setelah itu menyuruh melihat peta dan kompas (catet ya, kalo pergi daerah asing terutama gunung, jangan lupa bawa peta dan kompas!!). setelah diselidiki ternyata tadi kita ambil jalur kiri dan muncul dari jalur kanan, kita coba balik lagi buat ambil jalur kanan, wew ga ada setengah jam kita sadar kalo kita emang salah ambil percabangan yang apabila kita ambil jalur yang kiri mungkin ga keliatan karena ketutup pohon gede banget dan mencapai tu percabangan ngebutuhin waktu sekitar 1,5 jam. Jadi bisa disimpulin kalau kita sempet muter-muter sekitar 2 jam, hehehe.


Dan setelah ngerti jalan yang musti dilewatin kita langsung jalan secepat kilat walaupun tetep ngambil waktu istirahat sekitar jam 14.00.

Sebelum masuk kawasan yang dinamakan Hutan Lumut, kita ngelewatin hutan cemara, karena pohon cemara banyak banget tapi sayangnya lagi abis kebakaran jadi ga ada pemandangan menarik. Disini kita juga berjumpa dengan lahan yang agak luas buat tempat camp, tapi sayangnya ga ada mata air disini. Lalu selanjutnya jalurnya muterin bukit, kita sempet ketemu sama bapak-bapak penderes. Bener-bener panjang ni jalur.

Jalan sekitar 2 jam kita masuki kawasan hutan lumut, sesuai namanya hutan ini dipenuhi lumut tu pohon-pohon dan jalurnya. Sebenernya abis hutan lumut udah Danau Taman Hidup, tapi ternyata perjalanan di hutan lumut bener-bener jauh. Udah ngeliat air danau aja masih jalan sekitar 20 menitan buat sampe di camp. 10 menit sebelum sampai kita nyebrangin sungai kecil,ga tau tu alirannya kemana, mungkin sungai ini yang dinamakan Kali Putih.

Begitu sampai langsung lepas carier dan menuju pondok Danau Taman Hidup, wow banget dah pemandangannya, hehehe. Sayang pondoknya udah agak ga valid, mungkin karena kena air danau, karena air danaunya juga udah meluber.

18.00 sebelum gelap kita langsung diriin dome, ganti baju dan masak. Persediaan logistik kita pas banget, buat ngabisin lah walaupun besok pagi kita masih makan, masih ada sisa koq, hehehe.

17 Februari 2010

Hari kedelapan

06.00 bangun, jemur baju yang basah dan langsung hunting foto. Masak air di pondok dan bikin teh anget disana.

09.00 lupa waktu, saatnya masak. Abis makan langsung packing. Ga sabar nyampe peradaban.

11.00 turun menuju Bremi, wah jalurnya lumayan nyesetin loh, ati-ati, kita musti jalan ke arah kiri ya, bukan kanan. Kata bapak pencari ikan, Danau Taman Hidup-Bremi sekitar 3-4 jam.

15.00 sampai di base camp Bremi.

Ga mirip basecamp, masalahnya sepi banget, tapi emang mungkin bukan week end kali ya. Jadi berhubung basecamp tutup dan warga bilang kalo angkot udah ga ada kita langsung cari tempat penginepan terdekat, dan menurut info para pendaki kita bisa nginep di polsek Bremi.

Jalan sekitar setengah jam dari basecamp kita nemuin polsek Bremi dan diijinin buat nginep n bersih-bersih diri. Nyari maem kita juga deket, tapatnya rumah makan Bu Rusdi, jalan ke kanan dikit dari Polsek.

18 Februari 2010

Hari kesembilan

06.00 abis bangun n packing kita langsung naek bis yang baru keluar dari garasi yang berada di sebelah polsek Krucil. Inget, bisnya itu jam-jaman loh ya, dan paling awal itu jam 6 pagi paling sore jam 3 atau 4 sore. Menuju probolinggo.

08.00 sampe di probolinggo, naek angkot bentar ke stasiun.

10.00 naek kereta ke solo.

20.00 Alhamdulillah sampe juga di solo. Berhasil juga misinya. Terima kasih alam.

Argopuro

Sabanamu yang tak kunjng usai membuat kejutan

Kabutmu yang perlahan naik dan turun

Bukitmu yang tak tahu entah dimana sang puncak

Lika likumu yang setia menemaniku

Terimakasih alam, terimakasih Argopuro, terimakasih Tuhan

CiptaanMu membuat kami belajar lagi

udaraMu mengajarkan kami saling menghangatkan

keindahanMu mengajarkan kami saling mencintai

tak ada kata kiasan, tak ada gombalan

nyata adanya,

Ku harap Kau tetap ada disana dan terjaga indahmu

_Kamus Argopuro_

Flora n Fauna

Rusa, kancil kadang terlihat sedang merumput di Padang Rumput. Babi hutan kadang kita pergoki juga di jalur pendakian. Indahnya merak dan kokok ayam hutan kerap menghiasi pagi di sabana. Hati-hati dengan daun “jancukkan” sengatannya membuat kulit perih, efeknya sekitar 24 jam.

Akses Transportasi

Menuju basecamp Baderan

Solo-Basecamp Baderan

- Kereta Logawa jurusan probolinggo

- Angkot di depan stasiun turun di Pejarakan = Rp 3.000,-

- Bis menuju terminal Besuki = Rp 9.000,-

- Becak dari terminal Besuki ke tempat ngetem angkot = Rp 2.500,-

- Angkot menuju Baderan (angkotnya jadwalnya ga tentu, tergantung ada tidaknya penumpang) = Rp 4.000,-

Menuju stasiun Probolinggo

Bremi-Probolinggo

- Bis kecil menuju Probolinggo (bisnya jam-jaman, paling pagi 06.00 paling sore 15.00) = Rp 7.000,-

- Angkot ke stasiun = Rp 2.000,-

- Kereta Sri Tanjung jurusan Solo

Perijinan Aturan

Untuk mendaki gunung Argopuro, pendaki cukup lapor pada kantor polisi Krucil atau petugas PHPA setempat jika ingin lewat desa Bremi. Sedangkan jika lewat Baderan, harus melapor kantor polisi sector Sumber Malang atau pada kantor Perhutani. Kantor polisi ini terletak 1 km dari Baderan, dan kantor perhutani berada sebalah kanan jalan di dekat pertigaan tempat turun angkot di desa Baderan. Namun saat kami naik kemarin sang petugas ga ada dan kantornya tutup.

Jarak Tempuh

Naik Via Baderan turun Bremi

- Kantor perhutani - jalan beraspal + 200 m - belok ke kanan (sedikit menanjak melewati jalan desa yang berbatu) - menyebrangi saluran irigasi kecil (perkebunan jagung dan kopi akan mendominasi pemandangan sepanjang jalur pendakian) = + 4 jam.

- Memasuki Hutan sekunder (selesai perkebunan) – Mata Air 1 (ada tempat camp = +3 jam

- Mata Air 1) – Alun-alun Kecil (padang rumput indah) = +5 jam

- Alun-alun Kecil – Alun-alun Besar = +1 jam

- Alun-alun Besar – Cikasur (sumber mata air dan tempat camp) = +1,5 jam

- Cikasur – Cisentor (sumber mata air dan tempat camp), jalur yang dilalu seperti biasa, padang rumput tapi ada jalur yang sedikit bahaya karena kita mengitari bukit yang hamper longsor dan sebelah kita adalah jurang. = +3,5 jam

- Cisentor – Puncak Rengganis (jalur berupa padang rumput dan padang edelweiss) = +3 jam

- Puncak Rengganis – Cisentor = +2,5 jam

- Cisentor – Aeng Kenek = +1 jam

- Aeng Kenek (Kali Putih) – Danau Taman Hidup (jalurnya naik turun bukit yang sedikit curam, perlu kehati-hatian yang ekstra – Hutan cemara – Hutan Lumut) = +3, 5 jam

- Danau Taman Hidup – Polsek Krucil (jalurnya berupa hutan basah, tertutup sehingga pemandangannya kurang) = +5 jam

Tempat Menarik

1. Danau Taman Hidup

Hampir sepanjang hari danau ini ditutupi oleh kabut. Ada sebuah dermaga kecil yang dibangun di pinggir danau, sayangnya kondisinya sudah rusak.

2. Alun-alun Cikasur

Alun-alun Cikasur adalah adalah padang rumput bergelombang yang amat luas. Lapangan ini adalah bekas lapangan terbang Belanda pada penjajahan. Di sini akan ditemui sebuah pondok kecil untuk beristirahat para pendaki. Di Belakang pondok ini, ada sisa-sisa bangunan peninggalan Belanda. Suara burung dan ayam hutan, menjadi musik sepanjang siang dan malam di sini. Air juga mudah didapat pada tempat ini, karena mata air Kolbu terletak tak jauh dari pondok pendaki.

3. Puncak Rengganis

Puncak ini amat menarik karena disana akan ditemui susunan batu yang dipercaya sebagai petilasan seorang dewi pada masa lampau. Di depan susunan batu ada sebuah jurang yang cukup dalam, seperti tempat untuk melemparkan persembahan. Sebelum puncak akan ditemui sisi bangunan yang terletak di dekat kawah. Ada suatu legenda yang beredar di masyarakat yang bertempat tinggal di kaki pegunungan Iyang ini, bahwa bangunan itu adalah bekas istana Dewi Rengganis, salah seorang selir kerajaan Majapahit. Karenanya puncak itu diberi nama Rengganis.

P.S kita saranin buat naik lewar Baderan, soalnya pemandangan yang disajikan keren banget, dan turun Bremi yang secepat kilat ga usah peduli ma pemandangan karena udah ga ada pemandangan kecuali pohon-pohon besar :D dan kalo bisa naik pas musim penghujan biar pemandangan sabana dapet hijau royo-royo, trus kayanya paling tepat pas bulan Juli Agustus karena pohon Eidelweis musim mekar ;)